Selasa, 27 Oktober 2015

Kopi Poki: Aromanya Lembut, Gak Pake Ampas

Selasa, 27 Oktober 2015 | 11.20 WIB
Pagi menjelang siang gini paling enak minum kopi ya. *Oh iya, menurut penelitian waktu minum kopi paling bagus sekitar/setelah jam 9 pagi. Mungkin ada pengaruh suhu udara & metabolisme tubuh setelah sarapan kali ya.*

By the way, postingan kali ini untuk memenuhi permintaan seorang teman main tenis, Mas Twinto, untuk memberikan testimoni kopi produksinya, yang dipasok dari daerah Temanggung. Namanya Kopi Poki. Dulu pas promo dikasih harga Rp15.000. Ada dua jenis, aroma kuat dan kafein kuat.
Penamaan Kopi Poki mungkin terinspirasi dari pembentukan kata (linguistik) metatesis, yaitu proses perubahan bentuk kata di mana dua fonem dalam sebuah kata bertukar tempatnya. Contohnya, usap - sapu, tebal - lebat, resap - serap. Kedua jenis kata itu maknanya mirip, walaupun cuma bertukar fonem.
Kemasan Poki Kopi
Ketika saya mencoba untuk mencicipi, satu yang harus diakui, kopi ini tidak menggumpal, tidak ada ampasnya. Aromanya lembut dan harum. Walaupun bukan pecinta kopi, namun menurut saya kopi ini cukup diacungi jempol. Pasalnya, ketika biasanya minum kopi, setengah jam kemudian saya sering merasa jantung berdebar-debar alias deg-degan. Dengan kopi ini, saya tidak merasakan deg-degan.
Mungkin Anda yang pecinta kopi, bisa merasakan sendiri kekhasan dan kelebihan kopi ini. Salah seorang teman bahkan sampai mengetes dengan melihat butiran-butiran kopi, jumlah gumpalan/ampas. Sampai detail begitu, maklum teman saya seorang dosen farmasi, jadi sense untum hal beginian sudah pasti dalam lingkup pekerjaannya. Hehehe...
Ngomong-ngomong tentang kopi, jadi ingat Filosofi Kopi. Saya sudah baca kumpulan cerpen karya Dewi Lestari itu. cerpen pertama memang berjudul "Filosofi Kopi" yang kemudian difilmkan. Sayang, saya belum sempat nonton filmnya. Cerpennya sangat-sangat bagus, dengan ending yang sangat sederhana namun keren.
Diceritakan kopi yang berasal dari daerah terpencil di kota saya, Klaten, diakui sebagai kopi paling enak. Kesederhanaan penampilan, kebersahajaan dalam hidup, kebersamaan dengan sesama peminum kopi, dan pelayanan sepenuh hati mungkin bersatu menjadikan kopi terenak.

Kampus MEP UGM, Yogyakarta
banner
Previous Post
Next Post

0 komentar: